Menikah?

Makassar, 4 Februari 2017
Pkl 09.40 WITA

Bulan Juni tahun ini aku akan memasuki umurku yang ke dua puluh tiga.
Sebagai seorang perempuan, aku sedang berada dalam fase hidup sering-seringnya ditanya “kapan nikah”.
Untuk fase hidup sering-seringnya ditanya “kapan lulus”, sepertinya aku tidak terlalu merasakannya karena aku kuliah di kota yang berbeda dengan keluargaku berada #HidupAnakRantau.
Kali ini, aku hanya ingin menulis pandanganku tentang menikah.

Menikah.
Tuntutan?
Kewajiban?

Aku sulit mendeskripsikannya.
Pun jika harus, menikah buatku, mungkin, adalah tentang pilihan.
Pilihan yang sebaiknya telah kau ketahui alasan mengapa kau memilihnya.
Pilihan yang sebaiknya harus kau sadari konsekuensinya sedari awal.
Layaknya, mengapa kau makan? Karena kau lapar.
Mengapa kau menikah? Entah karena cinta, harta, tahta, atau yang lainnya, kau yang tahu.

Sebagian orang biasanya tahu alasan dia menikah, karena harta misalnya.
Ya, menikah dengan tidak didasari cinta bukanlah hal yang salah menurutku.
Toh hal tersebut hanya sekadar alasan seseorang mengambil keputusan.
Siapa yang tahu sehari dua hari setelah menikah, mereka akan mulai mencintai pasanganmu.
Aku termasuk orang yang percaya cinta dapat tumbuh karena terbiasa.
Hanya saja, sebagian orang biasanya tidak menyadari konsekuensinya.
Siapa yang tahu juga bahwa setahun dua tahun menikah, mereka akan tetap tidak memiliki rasa apapun terhadap pasangannya.
Mereka akan menjalani hari-hari dengan pasangan yang sebenarnya tidak terlalu diharapkan kehadirannya.
Mungkin hanya akan mereka jadikan “bahan” pencitraan di depan orang lain.
Orang-orang akan menganggap hidup mereka lengkap dengan adanya pasangan, anak, rumah, mobil, atau sebut saja keluarga.
Namun konsekuensinya?
Mungkin akan ada sedikit, atau bahkan sangat sedikit, batu yang menjanggal hati mereka.
Mereka akan menjalani hari-hari dengan keraguan, ketidakpastian, atau bahkan kenaifan akan perasaan mereka sendiri.
Mereka akan sesekali bercerita kepada orang terdekatnya bahwa mereka mulai lelah menghadapi sifat pesangannya.
Bahkan mungkin, mereka akan meminta kepada pasangannya untuk mendiskusikan tentang perpisahan.
Tak apa jika mereka menginginkannya, sekali lagi, itu pilihan masing-masing orang.

Pilihanku?
Sedikit berbeda.
Suatu saat nanti, jika aku telah memilih untuk menikah dan akan menjadi istri orang, aku harap aku dapat menikah dengan seseorang yang benar-benar kukasihi dan kusayangi.
Dengan lelaki yang benar-benar kuinginkan hadir dalam hidupku.
Dengan lelaki yang akan selalu memercayaiku dalam segala kondisi.
Dengan lelaki yang dapat kuajak berbincang tentang segala.
Dengan lelaki yang memiliki visi dan misi untuk mencapai kesuksesannya.

Karena jika suatu saat aku diberi kesempatan untuk hidup menua dengan pasangku
Jika tubuh kami sudah renta bahkan berjalan pun sulit
Jika anak kami sudah dewasa dan hidup mandiri bersama keluarga mereka masing-masing
Sepertinya berbaring diatas tempat tidur dan bercerita tentang kisah dimana pertama kali kami bertemu atau kisah siapa yang menyatakan cinta duluan, akan sangat menyenangkan.
Karena aku adalah seseorang yang introvert dan sulit mengungkapkan perasaan, untuk alasan yang satu itu, aku benar-benar membutuhkan pasangan yang dapat membuatku bercerita dan dapat mendengarkanku.

Menikah buatku tidak perlu juga ditarget umur.
Karena, mengapa harus?
Hakikatnya adalah semua orang ingin menikah-diluar terdapat alasan lain yang membuatnya tak ingin-manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya membutuhkan orang lain.
Menikah dapat membuatmu memiliki satu orang pasti untuk dapat saling bersosialisasi.
Tak peduli umur dua puluh, dua lima, tiga puluh, kau tak akan pernah tahu kapan kau dapat merasa siap untuk memiliki pasangan.
Jika kau berumur tujuh belas tahun dan kau telah merasa siap, menikahlah.
Jika kau berumur tiga puluh tahun dan kau merasa belum siap, tak apa.
Mungkin kau memang belum bertemu dengan pasangan yang kau harapkan.
Mungkin kau yakin Tuhan memiliki rencana lain terlebih dahulu sebelum mempertemukanmu dengan jodohmu.
Mungkin kau sedang sibuk membahagiakan dirimu sendiri dan tak ingin gegabah mengambil keputusan menikah hanya karena tuntutan orang tua atau karena teman-temanmu yang lain sudah menikah duluan dan bahkan telah memiliki anak, sementara kau belum.
Mungkin kau hanya tak ingin menukarkan hidupmu yang kini telah bahagia dengan caramu sendiri dengan hidup yang belum pasti akan bahagia dengan pasangan yang belum tentu akan kau cintai.
Who knows?
Jadi, ya, buatku, tak perlu ditarget umur.

Sementara itu saja dulu yang dapat kutulis dalam postingan kali ini.
Sebenarnya belum selesai, masih banyak pemikiran lain, tapi akan kulanjutkan dilain hari.
Thank you!