Komen. Komen. Komen.

Makassar, 28 Januari 2017
Pkl. 08.21 WITA

Pernah tidak kalian merasa lelah dengan dunia ini?
Hmm… Mungkin lebih tepatnya tentang salah satu isi dunia, bukan tentang dunia itu sendiri.
Manusia maksudku 🙂
Terkadang aku lelah dengan manusia yang penuh dengan omongan tidak penting dan sangat tidak penting.
Komen. Komen. Komen.
Apakah hidup mereka sangat tidak menarik sehingga mereka memang hanya bisa mengomentari hidup orang?
Tapi, di media sosial sepertinya mereka selalu tampak bahagia-bahagia saja.
Nongkrong. Makan. Liburan. Belanja.
Pencitraan?

Beberapa orang di sekitarku, sering kutemui mereka lebih senang mengomentari daripada mendengarkan dan menghargai kisah seseorang.
Sekalipun mereka mendengarkan, hal tersebut biasanya hanya akan mereka jadikan sebagai bahan obrolan kepada teman-teman mereka yang lain.
Beberapa orang di sekitarku, sepertinya kata-kata “jangan beritahu siapa-siapa ya” atau “tolong dijaga ya, ini rahasia”, tidak berlaku untuk mereka. Hanya jadi ungkapan klise bahkan jika mereka menjawabnya dengan “iya”.
Seperti ini biasanya;
*one fine day*
A: (curhat panjang kali lebar)… tapi ini rahasia ya, kamu jangan bilang-bilang, ini kan masalah pribadiku.
B: Iya, aku janji bakal jaga rahasiamu.
*the next day*
B: kamu tau gak sih…. masa kemarin si A curhat ke aku, katanya… (ceritain ulang curhatan si A) (sekalian ditambahin tanggapan pribadinya sebagai bumbu penyedap percakapan)
C: Kasihan ya si A. Kok bisa masalahnya sampai gitu sih? bla bla bla…

Mungkin sebenarnya orang-orang seperti ini baik. Mereka turut bersimpati dan berempati terhadap temannya.
Tapi, bagaimana dengan janji untuk menjaga rahasia?
Apakah benar-benar hanya ungkapan klise belaka?

Beberapa orang di sekitarku, mereka akan lebih sering bertanya tentang alasanmu mengambil keputusan daripada mendukung keputusan yang kau ambil.
Seperti ini biasanya;
A: Hei, aku baru buka bisnis pizza nih, masih kecil-kecilan sih. Belum ada toko, msh delivery aja biar gampang. Kamu mau cobain gak?
B: Wahh hebat nih udah jadi pebisnis sekarang. Tapi, kenapa pizza? Kok gak bisnis nasi campur aja? Kan nasi campur enak, rasanya lebih Indonesia gitu. Kalo pizza kan makanan bule, gak semua orang Indonesia kan suka pizza.
A: …

They will always always and always… comment.
Why don’t u just help ur friend by order the pizza?
Why u have to ask ur friend about nasi campur?
Maybe ur friend just don’t like nasi campur as much as he/she likes pizza, so he/she choose to sell pizza.
Or maybe he/she don’t even has any special reason to do it.
He/she just want to do it.
That’s it.
But.. why?
😦

Percakapan singkat memang.
Dan mungkin hanya basa-basi untuk dapat memperpanjang percakapan saja.
But, it just doesn’t makes any sense for me. Hehe.
Aku tipe orang yang lebih memilih untuk berkata “wah, great. Boleh deh aku order satu ya pizzanya” jika aku berada dalam kondisi seperti itu.

Kadang aku merasa jadi perempuan yang membosankan karena kurang bisa membuka obrolan panjang dengan orang lain, seperti “eh masa si A…” atau “eh katanya sekarang si B…” atau “kamu tau gak si C…”.
Padahal, menurutku tidak sepenting itu bagiku untuk menceritakan secara gamblang tentang kehidupan seseorang kepada orang lain. Apalagi dalam konteks obrolan menjerumus ke gosip, bukan konteks memotivasi.
Masih banyak hal lain yang bisa kujadikan bahan obrolan dengan orang lain. Tentang kafe baru, tentang produk kecantikan, tentang film, tentang musik, sesekali tentang politik.
Tidak harus tentang seseorang, apalagi tentang masalah atau kesedihan yang dialaminya.
Kalaupun tentang seseorang, sebaiknya jangan tentang masalah pribadinya.
Karena setiap pribadi memang punya masalah.
Itu lumrah.
Wajar.
Kalian pun pasti punya masalah pribadi.
Yang sebenarnya kalian sendiri pasti tidak suka jika orang lain men-judge kalian hanya berdasarkan satu masalah saja.
Tanpa tahu apa sebenarnya yang telah kalian lewati untuk bertahan hidup dan menghadapi masalah itu.
Apakah mereka akan berada di sampingmu saat kau menghadapi masalah itu?
Mungkin, tidak.
Karena memang tidak penting bagi mereka.
Yang penting adalah “ceritamu” untuk dijadikan “bahan cerita” mereka.
That’s why sekarang aku lebih memilih menyimpan masalah pribadiku sendiri.
Jika pun kurasa harus meminta pendapat orang lain atau sekadar merasa butuh untuk membagi keluh kesah kepada orang lain, kupastikan kepada orang-orang yang memang dapat menjaga rahasia dengan baik a.k.a tidak ember.

Dari tulisan ini, aku ingin menyampaikan bahwa mari sama-sama belajar menghargai orang lain saat ia mengambil keputusan dalam hidupnya, cobalah untuk tidak menyanggahnya.
Mari sama-sama belajar menyimpan rahasia dan tidak “menyampai-nyampaikan” cerita, cobalah sesekali untuk tidak menjadikannya bahan obrolan-menjerumus-ke-gosipmu dengan orang lain.
Menurutku, percakapan tanpa komentar yang tak penting sebenarnya dapat membangun percakapan yang lebih sehat.
Memang tidak menjanjikan percakapan yang lebih asik dan lebih panjang, ia memang menjanjikan percakapan yang SEHAT.
Aku pun masih belajar membiasakan diri melakukan percakapan sehat ini.
So, mari sama-sama belajar 🙂

Leave a comment